Berbagi Cerita dengan AI untuk Kesehatan Mental: Seberapa Efektifkah?
Saat merasa sedih, kita sering hanya ingin didengarkan. Namun, bagaimana jika "pendengar" itu adalah chatbot yang dirancang untuk memberikan kenyamanan kapan pun kita membutuhkannya? Kecerdasan buatan (AI) berpotensi menjadi masa depan kesehatan mental, atau setidaknya menjadi sumber yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan mental yang terus berkembang. Waktu tunggu yang lama dan biaya tinggi membuat terapi tradisional dan pemeriksaan kesehatan mental sulit diakses oleh banyak orang. Selain itu, sebagian orang merasa enggan meminta bantuan kepada profesional. AI dapat mengatasi beberapa kendala ini, dan dengan kemajuan teknologi, ada harapan untuk lebih banyak personalisasi dan rekomendasi yang disesuaikan di masa depan. “Terapi chatbot mungkin menarik karena tersedia 24 jam seminggu, tidak menghakimi, dan terjangkau,” ujar Susan Albers, psikolog di Cleveland Clinic. “Ini bisa menjadi pilihan bagi mereka yang enggan berbicara dengan manusia atau tidak tahu di mana mencari dukungan,” tambahnya.
Kurang empati
Namun, tentu ada sisi pesimisme. PRIA4D menyatakan bahwa para ahli percaya tidak ada yang dapat menggantikan hubungan antarmanusia. Robot juga tidak mampu meniru empati yang dimiliki manusia terhadap sesamanya. Dr. Albers menjelaskan bahwa dalam terapi tradisional, seorang psikolog atau psikiater dapat membaca nada suara, bahasa tubuh, dan memahami kompleksitas serta nuansa suatu situasi. "Terapi chatbot mungkin bermanfaat untuk membantu kita memikirkan respons terhadap masalah hubungan atau tantangan sehari-hari, tetapi bukan untuk masalah yang berkelanjutan atau kronis," katanya.
Meskipun masih relatif baru, beberapa bot kesehatan mental telah menggunakan teknik berbasis bukti seperti terapi perilaku kognitif (CBT) untuk membantu individu mengelola kecemasan dan depresi. Di masa depan, AI mungkin bisa mendeteksi potensi masalah lebih awal melalui analisis prediktif. Selain itu, AI dalam perangkat elektronik yang dikenakan seperti perangkat wearable dapat memantau kesehatan secara terus menerus, memberikan penilaian berkelanjutan, dan mengirimkan peringatan jika ada yang tidak beres. Anggap saja seperti pelacak kebugaran, tetapi untuk kesehatan mental kita. Teknologi AI berkembang dengan cepat, namun penelitian yang memberikan jawaban pasti mengenai efektivitas jangka panjang teknologi ini masih terbatas. Saat ini, AI umumnya dianggap sebagai pelengkap, bukan pengganti, untuk terapi tradisional dan merupakan alat penting bagi terapis itu sendiri, menurut psikolog klinis Dr. Chris Mosunic.
Dr. Albers juga menyoroti potensi risiko privasi yang mungkin tidak terlindungi. Dia menjelaskan bahwa pengguna perlu mengunggah data pribadi ke dalam program komputer untuk mendapatkan jawaban, dan tidak ada jaminan tentang bagaimana data tersebut dikelola atau dibagikan. Bagi mereka yang mengalami masalah kesehatan mental serius, tidak disarankan untuk mengandalkan chatbot sebagai terapi yang memadai. "Saya tidak ingin ada yang salah mengira bahwa chatbot terapi AI setara dengan layanan yang diberikan oleh terapis berlisensi," ujar Dr. Mosunic.
0 Komentar